Disadur dari http://rumaysho.com
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang
seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.
Alhamdulillah
wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man
tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.
Saudaraku, sungguh
setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara
cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau
Madarijus Salikin.
Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan
memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah
buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku
tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si
penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan
mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib.
Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu
menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi
seorang pecinta.
Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap
keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya.
Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir
kepada-Nya.
Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah
daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya.
Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus
menempuh berbagai kesulitan.
Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal
kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan
nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan
benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah.
Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya
keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah
telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).
Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia
Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin.
Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.
Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala
melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di
dalamnya.
Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke
langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat
kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah
dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah
yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata
kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut
akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.
Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi
antara dirinya dan Allah Ta’ala.
Semoga kita senantiasa
mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam
setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk
mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata
hati.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam.
Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim
Al Jauziyah, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh
No comments:
Post a Comment